Kamis, 09 Juli 2009

Terlanjur

Di bulan Februari lalu
Kau tebar benih mawar di ladang ku
Ku siram tiap pagi
Ku pupuki
Ku siangi
Di bulan Juli ini
Mawar mu mekar mewangi
Indah merekah merah
Senyum ku pun sumringah
Namun senja ini
Ku tahu
Kau pergi
Tadi pagi
Tinggalkan mawar mu
Di ladang ku
Sisakan pilu
Menunggu
Termangu
Menatap mawar mu
Akan ku apakan kah?

Akulah dam itu

Kadang
hidup ini memaksaku
menjadi sebuah dam yang rapuh
Aku terus mencoba menjadi harimau terantai..
Mengurung api dalam paru..
Namun kalian tak sadar
seperti bayi
selalu memantik api di kerongkongan ku, memanah bendungan
hingga air tetap mngalir..
Tak tertahan...
Semoga
kalian kan merasakan
Air bah ini..

Fatamorgana

Aku adalah purnama

Primadona di tengah kelam
Aku adalah fajar
Harapan dalam ketiadaan
Aku adalah oasis
Kehidupan dari setitik harapan
Aku adalah dinar
Berharga sepanjang masa
Aku adalah mimpi
Segala hanya fatamorgana
Aku adalah bangkai
Kebusukan di dalam
Aku adalah gerhana
Menutup bara dengan kesucian
Aku adalah bayangan
Menjelma semu di balik indah
Aku adalah sampah
Sampai jumpa di tanah

Prosesi

Aku ingin...
Mengubur wajahmu di palung jantung ku
Mengurung segala terang dan mendung
Menyimpan halaman yang menghitam
Biarlah...
Biar awan terus berjalan
Biar ikan terus berenang
Biar debu beterbangan
Safir kan ku kubur seribu tahun dan
Awan kan menyaksikan
Semi berganti berguguran

Lepas

Hampir lepas
Dan tlah lepas
Terlanjur lepas
Merekat peluh
Mengikat resah
Merenggut darah
Parah...
Tak bisa
Tak kan pernah bisa
Menyimpul saraf
Mengikat cidera
Luka...

Hampa

Menginjak rawa jiwa
Menapak payau lampau
Menghitung bulan tak berteman
Hampa
Rasaku tinggal kain perca
Teronggok di pojok orok
Dihujani jarum duri
Lari
Berteman sunyi
sepi

Selasa, 16 Juni 2009

Hari


Pagi beku
Ku buka pintu kalbu
Ku jejak setapak langkah semu
Barmandikan surya kemilau
Bersandangkan aroma bayu
Merangkul embun yang asyik menyindir ku
Menghirup dingin tatapan lembu
Tersungkur dalam kubangan isyu
Terhempas deras durjana perayu
Menitah hati pada indah pelangi
Memeluk bayang wangi kesturi
Sakau..
Jauh beranjak dari jejak
Terbawa senja dalam suka sukma
Terlelap nadi dalam dekap berhala

Bermain Luka

Kah kau mainkan
Yang rapuh

Kah kau tak merasa
Yang sakit dan luka

Kah kau sengaja
Sentuh
Rebut

Kah kau tak tahu
Kau tabur garam di atas luka
Kau keringkan
Kau sayat lagi
Kau tabur lagi

Sakit..

Mengukir Pelangi

Mengukir pelangi nama mu
Mengejar kuda sumbawa
Meneguk rasa
Mendamba air di padang pasir

Gejolak gemuruh darah muda
Gas metan di tambang emas
Enggan meninggalkan
Menyandera jiwa ditetapi

Memupuk pelangi nama mu
Merangkai mawar hutan
Menusuk memakan darah
Menguntai luka indah

Membuang pelangi nama mu
Menanam arang hitam
Membakar tungku awan
Mengembangkan layar menarik jangkar...
Menuju samudera angkasa raya

Dendam

dalam luka
Dalam sakit
Dalam pedih
Dalam perih
Dalam sesak
Dalam neraka
Dalam topeng..
Sarat silet ku
Sayat-sayat kau!

Karena naluri binatang jalang

Karena selama angin masih berhembus
Rumput akan terus menari
Tariannya tak kan henti menggoda kambing-kambing gembala yang melilit perutnya
Yang menjerit karena cambuk tuannya

Karena selama air masih mengalir
Salmon akan terus berlari
Larinya takkan henti menggoda para pemangsa yang tajam gigi-giginya
Yang melonglong karena besar lambungnya

Karena selama jantung masih berdetak
Binatang-binatang jalang itu akan terus berlari memangsa buruannya
Terpancing apa yang namanya naluri binatang jalang

rundung hujan

Rintik hujan dalam jantungku
Kian luruhi ingatan lalu
Runtuh bersama sendu
dak cuci segala debu
Yang tlah berlalu

Segala kira orang apa
Hendak tak kan rasa
Hingga raga berkelak
Dan jiwa bernisan nama
Yang kan tersisa

Rintik hujan dalam jantungku
Harap kan makan nadiku
Hentikan detik pilu
yang tiada berpijak

Habispun asa
Karena cinta yang arif
jiwa tak lagi sendiri
Yang dahulu sepi

RANTAI LUKA

Kau rantai ku dengan baja tempa
Ukir ribuan kuncup kembang merah
Biarkan tumbuh bersama jantung ku

Angin bawa aku pulang
Lepaskan ku dari sandera
Tebarkan mawar biru ku padanya

Biar hujan lenyapkan semua
Bawa kau pada ku
Ku rantai kau dengan tangkai mawar

Namun kapankah…

Pupus dalam Tragedi

Sepanas terik surya mengorek dasar jiwa
Kubur raga dalam perih nanah dan darah
Senandung violin cabik-cabik jantungku
Coba musnahkan adamu dengan sebijih dusta

Terjang sang surya dengan keris satria
Bawa ku pada jubah baja mu
Hapus nyanyian gambus dengan kata menghunus
Coba musnahkan adanya dengan segores luka

Apalah makna dusta nirwana
Bila darah warnai waktu dalam lagu senduku
Bila air mata mengisi luka dalam jantungku
Coba musnahkan adaku dengan secuil aksioma

TAK SEBAGAIMANA YANG KUTAHU

Aku tahu cinta itu buta
Namun tak dapat ku elakkan
Cintaku selalu datang pada waktu yang salah
Datang tanpa diundang
Bagai lintah melekat selamanya
Hingga habis darah dalam tubuhku

Aku tahu cinta itu fitrah
Namun tak dapat kutepiskan
Cintaku selalu jatuh pada lelaki yang salah
Menorehkan luka mendalam
Tanpa tahu kebenaran sejati

Aku tahu kepalaku bukanlah sebuah novel bagi mereka
Oleh karenanya aku selalu berpura-pura
Dan memendamnya dalam-dalam
Namun tak dapat kusembunyikan cacat di wajahku
Sampai kapan aku harus sembunyi?

Aku tahu tubuhku masih punya dua kaki
Tapi hatiku butuh tambatan
Ia masih begitu rapuh, dan akan tetap begitu
Akankah ia kuat suatu hari nanti?

Rajut Impiku

impi seiras helai sutera
musti kurajut
satu-pesatu
dua, tiga, sepuluh, lima puluh
seratus, seribu, sejuta
sulit memang bumi mengajariku
hingga lewat dewi malam terbit tenggelam
hingga iram jemariku mengisak
hingga asam kudengar embun berbisik
boleh aku pakai sweatermu..
celis citaku di ujung tombak
belum habis hujan peluhku menganak sungai
belum jua gapai tanganku sampai
musti dipenggal!
ia..
tak boleh mendung mataku
panggilkan fajar!
biar segala onak lari ke surga
biar bisa kupakai sweaterku

relung sajak © 2008 Por *Templates para Você*